Sunday, March 1, 2009

Maaf = Lupa

Dari Judul nya terkesan ekstrim yah?

apa kah memaaf kan itu kita berarti melupakan?
entah itu melupakan kejadian yg tidak enak tersebut, atau kah melupakan segala nya yg pernah kita alami dengan orang yang bersangkutan?

berikut ada saya cantumkan artikel dari seorang yang luar biasa,
kredit dari artikel berikut saya berikan kepada Saudari G. Lini Hanafiah.


Setiap manusia di dunia
Pasti punya kesalahan
Tapi hanya yang pemberani
Yang mau mengakui

Setiap manusia di dunia
Pasti pernah sakit hati
Hanya yang berjiwa ksatria
Yang mau memaafkan

(Sherina, Persahabatan)

Sakit hati. Siapa yang tidak pernah? Disakiti maupun menyakiti dengan sengaja atau tidak. Mungkin saja permohonan maaf terlontar, mungkin tidak. Itu tidak penting karena lebih penting bagaimana yang aku rasakan.

Memaafkan sama dengan melupakan. Tidak sepenuhnya benar juga. Ingatan sulit dihapus. Karena jika ingatan dalam termin tertentu dihilangkan, maka akan ada kejadian lainnya yang juga terlupakan.

Seorang kawan kecelakaan jatuh dari motor. Selain luka-luka lecet, ia menderita amnesia sesaat. Sampai hari ini, ia tidak ingat apa yang terjadi sejak pagi itu sampai terjadinya kecelakaan. Hanya mengandalkan cerita orang sekitarnya saja. Ini membuatku semakin yakin bahwa secara medis jika ingatan kita hilang dalam waktu tertentu maka akan ada kejadian lain yang juga ikut terlupakan.

Ketika jaman kuliah, aku pernah disakiti seorang cowok. Bukan seorang, tapi beberapa orang. Salah satu dari orang itu meneleponku untuk minta maaf 9 tahun kemudian. Aku sudah lupa luka itu. Risikonya, aku juga lupa apa saja yang terjadi selama aku akrab dengannya. Terdengar jelas bahwa ia kecewa telah dilupakan.
“Maaf, tapi sejak aku memaafkan dan itu memang tidak penting maka tidak kuingat lagi.”

Seorang kawan lain bertanya, “Bagaimana mengatasi luka batin?”
Aku sendiri meskipun memiliki luka besar yang sudah tidak sepenuhnya menganga tidak pernah ikut terapi luka batin. Aku punya luka batin pada Mama selama 25 tahun, kira-kira 78% dari hidupku. Bagaimana Mama memperlakukanku, yang mungkin saja Mama tidak merasa melakukannya dengan sengaja. Tapi bagi “korban” tetap saja rasanya sakit luar biasa. Satu-satunya yang terjadi hanya sebuah obrolan seputar terapi dengan seorang terapis kawanku.

Ia menyatakan pendapatnya soal terapi ikhlas dan terapi off.
Kenapa ia menyebutnya terapi ikhlas? Karena untuk memaafkan seseorang dibutuhkan keikhlasan yang luar biasa. Menerima segala kesalahannya, memaklumi kemudian kembali berhubungan baik. Lalu aku berpikir, sudah selayaknya dalam konteks keluarga hal ini dilakukan. Menerima dalam hal ini tentu tidak mudah. Ibarat luka yang disebabkan karena pisau, lukanya bisa saja besar dan mengeluarkan banyak darah. Tapi apa aku lalu tidak mau lagi memegang pisau? Tidak mungkin.

Kenapa disebut terapi off? Dalam hal ini, hanya perlu memaafkan saja meskipun permohonan maaf tidak pernah terlontar. Setelah itu lupakan. Dengan sendirinya, luka itu pun akan tidak terasa. Bagaimana bisa merasakan sesuatu yang dilupakan? Rasa itu akan ada ketika ingatan masih lekat. Semakin lekat ingatan, rasa itu makin kuat.

Dalam kedua model terapi itu, yang paling ditekankan adalah menerima perasaan sakit. Banyak orang yang menyangkal perasaannya. Sakit tapi dianggap tidak sakit. Justru ini yang membuat sakitnya berada di bawah sadar dan mempengaruhi kepribadian seseorang.

Sejak aku belajar untuk mengakui rasa sakit, proses yang berjalan kemudian terasa lebih ringan. Aku menulis seluruh perasaanku di sebuah kertas. Lalu kertas itu aku binasakan, kadang dibakar, kadang disobek sampai hancur.Sakit hati yang tertera di sana hilang tak terbaca lagi, maka sakit hati yang tertera di hatiku juga akan hilang tak terbaca lagi.

Lebih mudah dibicarakan daripada dilakukan ya? Sangat! Apalagi aku bukan orang yang mudah memaafkan. Tapi tidak ada salahnya belajar. Toh, nyatanya hidupku jauh lebih ringan dengan belajar memaafkan. Karena ternyata dengan mengakui rasa sakit itu sendiri, sudah menjadi dosis awal penyembuhan sakit hatiku.

Forgiven not forgotten. Termaafkan tapi tidak terlupakan. Tidak masalah. Karena masalahnya bukan terlupakan atau tidak. Tapi bagaimana kemudian aku bisa memandang sakit hati itu sebagai bekas luka dan tidak mengenangnya dengan rasa sakit. Kecuali jika aku mengalami amnesia sesaat dengan risiko segala kejadian dan kenangan yang terkait di situ ikut terlupakan. Yah, namanya juga risiko…

http://lini. via-lattea. org/2009/ 02/maaf-lupa

Salam Damai,
G. Lini Hanafiah
Via Lattea Foundation
www.via-lattea. org
http://lini. via-lattea. org


Memang susah untuk memaafkan suatu hal, namun jika kita sudah mengambil keputusan, bukankah lebih baik kita jalankan keputusan tersebut dengan komimen yang pasti, banyak orang yang sudah mengambil keputusan untuk memaafkan, tetapi perbuatan serta perilaku nya masih saja tidak bisa memaafkan orang yang bersangkutan.

Ada juga yang berpikir, "saya yang menjadi korban, mengapa saya yang harus bersusah payah memaafkan org tersebut, terserah saya donk, either saya mau baik or balas dendam sama dia"

Dengan perisai "saya adalah korban" , bukan berarti kita bisa melakukan apa saja kepada orang yg telah bersalah kepada kita. Kita sudah mengambil keputusan memaafkan, sudah sewajarnya kita melupakan hal tidak baik tersebut.

Melupakan di sini, bukan berarti melupakan semuanya, seperti yang Liny sudah sebutkan di atas, terapi ikhlas adalah yang terbaik, dengan kita mengikhlas kan kejadian tersebut, dengan (tentu saja) tidak melupakan kejadian tersebut, kita dapat terus mengingat kejadian tersebut, yang dengan itu dapat kita jadikan patokan, kalau hal tersebut dapat menyakiti orang lain. Maka kita dapat menghindari kejadian tersebut terulang dari diri kita (kita sudah mengetahui bahwa melakukan itu dapat menyakiti orang lain, karena sudah berlaku di diri kita).

Dengan terapi off, kita bisa melupakan itu semua, tetapi bagaimana kalau suatu saat teringat kembali, seperti kejadian yang Lini sebutkan? Beliau di telp oleh seorang temannya dan diingatkan kembali, sedikit banyak, pasti akan teringat kembali kejadian tersebut, dan rasa sakit itu sedikit banyak juga akan kembali kita rasakan. Bukankah lebih baik kita selesaikan dulu semuanya saat masih kita hadapi hal tersebut, tidak perlu kita buang dari hidup kita, karena masih ada kesempatan hal tersebut akan kemabli ke diri kita suatu hari.

Semoga Hal ini dapat membantu semua orang yang membaca.

"Don't look to the past, coz it had already been happenned (we can't change it)"
"Don't too busy with the future, coz it's not yet happenned"
"Look to this moment, NOW...that's why it's called PRESENT (another word for GIFT)"

Sometimes u have to follow ur own heart and do some sacrifice to get what u want.



2 comments:

Unknown said...

halo,
wah senang sekali tulisanku ada di blogmu.
tapi klo boleh koreksi, namaku G. Lini Hanafiah, bukan Liny Hanafiah

nanti akan saya link juga post ini dari blog saya
terima kasih

Tan McFarlane said...

ow, iyah, sorry Bu, udah saya ganti,

padahal di bawah bawah nya benar, saya lagi error bu, maap